Pernah Baca: Laut Bercerita (Leila S. Chudori)


Sumber foto: dokumentasi pribadi


“Matilah engkau mati,

kau akan lahir berkali-kali…”



Buku karya Leila S. Chudori ini sukses membuat mata saya sembap, tenggorokan tercekat, dan capek menangis sesenggukan yang tertahan. Kini saya mengerti betul perasaan para pembaca yang mengaku bahwa mereka kesulitan move on dengan kisah Laut, Biru Laut Wibisono.

Setelah mengalami keraguan selama hampir 2 bulan lamanya setelah saya resmi membaca buku tersebut, saya memutuskan untuk mulai membacanya pada pukul 21.00 malam waktu Indonesia bagian Barat. Saya tidak menyesali keputusan membaca pada waktu malam hingga seolah membuat kecanduan sampai berhasil menamatkannya pukul 3.40 pagi. Dengan mata sembap, hidung buntet, dan tenggorokan tercekat kering. 

Biru Laut Wibisono, dipanggil Laut, seorang mahasiswa semester awal yang bersekolah di Yogyakarta. Laut bersama kawan-kawan kuliahnya yang antara lain Sunu, Kinan, Alex, Daniel, Naratama, Gusti, dan masih banyak lagi, tergabung dalam suatu perkumpulan semacam pergerakan mahasiswa yang disebut Winatra. Bersama mereka, Laut berjuang untuk memperjuangkan kehidupan rakyat Indonesia di bawah pimpinan Orba, alias Orde Baru. 

Dalam novel ini, Laut tak hanya digambarkan sebagai seorang kawan, sahabat, atau mahasiswa. Sebab Laut memiliki multiple identity, ia adalah mahasiswa, ia adalah seorang anak sulung dari kedua orang tuanya, seorang kakak dari adik perempuannya, seorang kekasih dari seorang perempuan kuat, seorang rakyat yang berusaha membela keadilan bagi saudara setanah airnya. 

Bagi saya yang cukup apatis terhadap masalah ‘perjuangan’ dan (sama seperti adiknya Laut, namanya Asmara) merasa geli jika harus menggunakan kata-kata yang sejenis dengan kata tersebut, hati saya cukup bergejolak dan pikiran saya berkecamuk. 

Seperti yang sudah tertera dalam ringkasan cerita di belakang buku, Biru Laut bersama kawan-kawan mahasiswa dan aktivis diculik, disekap, diinterogasi, disiksa dengan keji dan biadab selama berbulan-bulan demi kepuasan atas jawaban dari pertanyaan: siapa dalang dibalik gerakan aktivis dan mahasiswa pada masa itu. Sementara itu, keluarga dari para mahasiswa dan aktivis yang diculik mengalami ketidakpastian atas penantian keluarga mereka yang dihilangkan secara paksa dan tanpa kejelasan. Hingga bertahun-tahun sejak peristiwa tersebut, keluarga korban juga masih berjuang untuk menuntut kejelasan mengenai anggota keluarga mereka yang hilang dan belum kembali. Termasuk keluarga Biru Laut, yang oleh Leila S. Chudori digambarkan dengan sangat pilu, sedih, namun penuh dengan cinta, keikhlasan, dan harapan. 

Berangkat dari pengalaman pribadi ex-survivor aktivis hilang saat 1998, novel ini berhasil mengangkat kisah pilu, sedih, teror, bahagia, kalut, putus asa, cinta, depresi, takut, kehilangan, yang saya yakin cukup merepresentasikan bagaimana kehidupan para keluarga korban aktivis yang hilang. 

Setiap lokasi atau situasi dideskripsikan dengan sangat detail dan ciamik oleh Leila S. Chudori, sehingga pembaca seperti saya seakan-akan ikut tertarik masuk ke dalam cerita. Bahasa yang digunakan juga tidak terlalu berat meskipun mengangkat topik yang cukup berat dan sensitif. 

Alur yang digunakan dalam cerita ini adalah alur maju dan mundur, tapi tidak masalah. Sebab Leila S. Chudori mampu mengeksekusi kata demi kata serta kalimat demi kalimat dengan sangat indah dan membekas. 

Tulisan ini saya akhiri dengan kutipan favorit saya dari buku Laut Bercerita selain yang saya tuliskan di awal tulisan: 

“Ketidaktahuan dan ketidakpastian kadang-kadang jauh lebih membunuh daripada pembunuhan."

Pernah Baca: Laut Bercerita (Leila S. Chudori)  Pernah Baca: Laut Bercerita (Leila S. Chudori) Reviewed by Leony Sherena on Juni 19, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.