Berkunjung Ke Tetangga (Gereja Kristen Jawa)

Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam!


Tulisan ini dibuat untuk melengkapi perjalanan saya hari Jum'at, 21 Desember 2018 kemarin ya, teman-teman. Ceritanya lusa lalu, saya pergi ke dua tempat, yang pertama di Wisma Immanuel untuk mengikuti diskusi lintas agama, yang kedua saya ke sebuah gereja (yang tidak akan saya sebut namanya). 

"HA? Ngapain?"

Itu adalah komentar pertama Ibu, kakak perempuan, dan teman-teman saya. Jawaban saya:

"Mampir ke tetangga."

Maaf kalo terkesan main-main, tapi serius, sebenarnya kami (saya sama kedua temen seprodi) nggak ada rencana sama sekali pergi ke gereja. Niat awal setelah selesai diskusi lintas agama adalah jalan-jalan, pengen poto di depan gereja (ini permintaan teman saya), habis itu pulang. Sama sekali nggak ada kepikiran untuk masuk atau beramah-tamah.

Kenapa kok jadinya malah masuk ke gereja? Jadi awalnya, satu teman saya sebut saja R, bilang gini: "Aku pingin foto di dalem gereja." Dia bilang gitu dan saya terjemahkan seperti ini: "Setelah ikut diskusi, aku jadi tambah pengen mengetahui tentang agama lain biar kita nggak main hakim sendiri dan bisa kasih tahu ke orang awam lain kalau kita ini berhak memegang keyakinan masing-masing tanpa saling mengganggu." Bisa-bisanya saya aja itu mah, wkwk. Eh, tapi serius, mungkin karena kami Sosiologi Agama, jadi kayak udah terpanggil gitu jiwanya wkwkwk. 
Bismillah doakeun semoga bisa amanah dengan prodi yang kami pilih yah...

Oke lanjut.

Di depan gereja sebelum hal memalukan terjadi
Akhirnya kita pergi ke gereja terdekat, kok bisa nemu? Iya, jadi kan, dulu waktu masih SMP saya kalo main di wilayah itu heuheu. Waktu mau foto, kita sempet kepikiran, 'Gimana kalo nanti izin mampir juga. Nanya-nanya kan, kegiatannya gimana biar kita tahu aja, gak asal judge.' Tapi cuma sekedar kepikiran aja. Sampai tiba-tiba di tengah pemotretan, ada mobil di belakang saya sama temen saya yang lagi motoin temen saya satunya, kayak nungguin gitu. Dan bener aja, ternyata nungguin kita minggir karena kita nutupin jalan wkwkkw. 

Lalu kita mundur dan kasih jalan tu mobil untuk lewat, karena ngerasa nggak enak takut dikira apa-apa, saya langsung caw "Yaudah sekalian aja masuk mumpung ada orangnya."
Jadi gitulah, ketidaksengajaan itu bermula.

Waktu ke dalem, kita langsung bilang "Permisi bapak, selamat siang, maaf mengganggu"
Terus kata si bapak, "Iya mba, ada apa ya?"
"Kami mau mampir ke sini untuk tanya-tanya perihal kegiatan gereja, dan kebetulan kan, sebentar lagi natal. Pingin ngerti aja, kegiatannya seperti apa, boleh pak?"
Dan begitulah kami bertiga disambut dengan baik.

Mungkin dari kalian sendiri bertanya-tanya, 
"Apaan sih, pake jilbab kok kurang kerjaan banget maen ke gereja. Ke mesjid jamaah aja jarang"
"Gaboleh ih, musyrik, ga takut imannya lemah apa"
"Apaan sih kurang gawe banget kamu, murtad"
"Syirik, kafir"

Saya dan ketiga teman saya tidak menganggap seperti itu. Niat kami hanya satu, karena terlanjur malu kami ingin tahu apa yang tidak kami ketahui dengan prinsip seperti ini: mempelajari sesuatu dengan iman Islam tetap ada dihati, namun mengesampingkan sementara ego fanatik agama Islam untuk mengenal kegiatan dan kebenaran versi ajaran agama lain. 

Karena begini teman-teman, mengutip dari sebuah tweet dari akun twitter siapa saya lupa (tolong yang tahu bisa diingatkan), kira-kira begini intinya
"Masing-masing agama punya kebenaran versi mereka sendiri. Masing-masing agama punya sisi kefanatikan sendiri. Yang terpenting adalah: jangan usik kebenaran milik yang lain dan tahan untuk tidak pamer kefanatikan di antara hiruk pikuknya ragam budaya yang kita miliki."

Yak. Begitu.

Lalu setelah itu, kami di ajak ke sebuah aula kecil yang sudah tersusun rapi oleh bangku-bangku dan di tembok sudah ditempel spanduk bertuliskan selamat natal dan tahun baru. Tidak ketinggalan juga ciri khas dari natal adalah pohon natal. Aula itu biasanya digunakan untuk diskusi kecil para anggota gereja.

Aula kecil di gereja

Di awalnya, kami ditanya, "Tujuan kesini apa untuk tugas kuliah?" Kami mengiyakan, tapi ketika udah mengalir percakapan kami begitu aja, kami bilang bahwa kami mampir kemari untuk mengenal saudara kami secucu Adam dan Hawa yang memiliki iman berbeda. Weseh bahasanya agak keren. 
Kami diceritakan proker gereja menyambut natal dan tahun baru. Oh iya, si bapak yang kami ganggu ini adalah seorang anggota majelis gereja yang biasanya mengurusi gereja dan segala keperluannya. Kalau di Islam, kita ketahui dengan takmir atau marbot masjid.

Si bapak pun mulai bercerita. Setengah bulan atau kira-kira sebulan sebelum natal, himpunan gereja dari satu daerah (kebetulan ini gereja kristen jawa se-Yogyakarta) merembug untuk menentukan tema apa yang akan diusung pada masa adven menyambut natal. Adven itu istilahnya penyucian atau kebaktian sebelum natal tiba, semacam persiapan dalam bentuk ceramah kerohanian. Kegiatan menyambut natal dilakukan sejak 2 Desember 2018, dengan masa adven tiap minggunya yang dinamai Adven 1-4 menjelang natal. 

Di situ sendiri, kami mendapat pengalaman dan mengetahui apa yang akhirnya kami tidak ketahui tentang kepercayaan orang Kristen. Sedikit banyak berbeda dengan apa yang selama ini kami ketahui yang bersumber dari mulut ke mulut tanpa terjun langsung ke lapangannya.
Seperti yang kita ketahui, Kristen terbagi jadi dua yakni: Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Saya jelaskan singkat mengenai keduanya dari apa yang saya pelajari di kelas, mengapa bisa terbagi menjadi dua? Pada awalnya, tidak ada Kristen dan Katolik, yang ada adalah satu, Kristen. Semua tidak lepas dari kebijakan gereja yang dianggap tidak lagi lurus dan menyimpang, salah satunya adalah penjualan perkamen penebus dosa yang mana itu adalah perbuatan korup yang tidak disukai oleh Tuhan. Kubu yang menolak pun menamai mereka dengan Kristen Protestan.

Lalu, apa itu gereja kristen jawa? Lebih condong ke mana, Kristen Protestan atau Kristen Katolik? Saya rasa kemarin bertanya tentang perbedaan konsep keduanya dan kalau tidak salah ingat si bapak menyebutkan bahwa gereja kristen jawa cenderung pada Kristen Protestan. Ada jawanya sebab di daerah Jawa, agar lebih bisa berbaur dengan sukunya mungkin kira-kira seperti itu. Dan lagi, jadwal peribadatan di gereja yang saya kunjungi bersama teman-teman ini menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Jawa. Biasanya, ibadah menggunakan bahasa Jawa itu dihadiri oleh mayoritas yang sudah sepuh-sepuh. Sedangkan anak-anak muda dan dewasa (belum masuk sepuh karena masih di bawah 30), biasanya menghadiri peribadatan versi bahasa Indonesia. 

Tiap agama pasti memiliki kesan terhadap hari raya atau hari besar agamanya sendiri. Islam sendiri salah satunya memiliki Hari Raya Idul Fitri yang meninggalkan kesan "kembali ke fitri alias ke kesucian", maka Kristen memiliki Hari Natal yang meninggalkan kesan "kelahiran Yesus". Makna dari pohon natal sebenarnya hanya untuk ikut mewarnai kemeriahan perayaan Natal. Pohon natal sendiri kata si bapak, adalah kebiasaan dari orang-orang (mana yah, lupa pokoknya luar negeri) Romawi mungkin, yang menggunakan pohon cemara sebagai simbol. Jadi makan-makan, pesta, pohon natal itu sekedar simbol saja, esensinya ada pada kesan "kelahiran Yesus".

Setelah kurang lebih paham esensi dari Natal dan kepercayaan mereka, saya dan kedua bodyguard teman saya izin mengambil foto dan foto bareng dengan si bapak sebagai narasumber, yang kemudian kami juga di foto oleh bapaknya. Kemudian, kami ditawarkan untuk mampir ke dalam gereja, tempat ibadah mereka yang langsung kami terima dengan girang dan noraknya.

Kami masuk ke bangunan gereja yang cukup besar ini lewat pintu samping, lewat dapur, karena pintu utama dikunci dan dibuka untuk kegiatan saja. Dengan ndeso-nya saya nyeletuk, "Wah pak, ada dapurnya segala." Padahal mungkin tidak beda jauh dengan masjid, beberapa masjid di kampung saya dan yang pernah saya datangi rata-rata ada dapurnya, saya sih, bilangnya dapur takmir.

Di dalam gereja

Begitu masuk dan sampai di tempat ibadat, saya dan kedua teman saya menahan kenorakan kami karena kekaguman dari arsitektur dan tata ruang gereja. Tidak kaget, sebenarnya. Saya sendiri punya pakde yang beragama Katolik dan sekilas sedikit mengerti tentang ibadat yang dilakukan di gereja. Gedung gereja yang memuat hingga 800 jema'at ini terbagi menjadi beberapa ruangan, yang saya ketahui dari gereja yang saya kunjungi adalah dua ruang konsisteri (ruang persiapan pendeta sebelum peribadatan dimulai), dua kamar mandi, satu dapur. Ada juga beberapa tempat, seperti altar yang biasanya digunakan untuk memimpin doa dan ibadat, kemudian ada tempat tersendiri bagi anggota majelis gereja, serta tempat untuk paduan suara (yang kabarnya paduan suara di gereja ini terkenal yang terbaik) yang juga dilengkapi dengan alat gamelan yang mencukupi (karena ini gereja kristen jawa, ingat ya). Yang paling utama adalah tempat dengan bangku-bangku klimis berjejer rapi menghadap altar, yaitu ruang berkumpul untuk kegiatan ibadat para jema'at. 

Di atas altar, tepatnya di tembok belakang altar sebelah atas, ada kaca yang membentuk sebuah lukisan yang dimaknai seperti ini: burung dara sebagai Tuhan, sinar matahari adalah kasih sayang Tuhan yang memancar, bermacam-macam rumah ibadah di Indonesia dengan harapan berbeda namun tetap satu, serta banyak manusia yang digambarkan dengan kelas sosial (petani, bangsawan, warga biasa, dan lain-lain) yang saling berdampingan. Oh, ada satu lagi, pelangi. Tapi mohon maaf saya agak lupa dengan maknanya, kira-kira terinspirasi dari kisah banjir bah kaum Nabi Nuh yang kemudian dijanjikan oleh Tuhan untuk tidak memberikan azab berupa banjir lagi, yang artinya adalah harapan habis hujan dan banjir terbitlah pelangi sebagai simbol warna-warni kebahagiaan. 

Di pojok kanan sebelah altar, ada satu pohon natal besar yang terbuat dari padi yang memiliki makna kesederhanaan yang melimpah. Tinggi pohon natal itu kira-kira... pokoknya tinggi banget ah, gatau kira-kira berapa karena saya tidak bertanya. Pokoknya tinggi. Di sekitar pohon natal yang besar tersebut, ada beberapa domba dalam kandang yang terbuat dari kapas. Jadi maknanya seperti ini, Yesus lahir di kandang domba yang kemudian padi tersebut melambangkan kesederhanaan kelahiran Yesus. Ketika saya tanya, apakah tiap tahun desain pohon natal itu tetap. Jawaban beliau adalah tidak karena menyesuaikan tema yang diusung. Tahun lalu, pohon natal terbuat dari kalau tidak salah barang bekas, saya lupa koran, kain, atau aqua gelas ya. Mohon maaf atas kelupaan ini.

Setelah bercerita sedikit, kami izin mengambil dokumentasi yang kemudian si bapak juga mendokumentasikan kami berdua. Beliau mengaku tersanjung dengan kelakuan kami bertiga yang mau berkunjung ke gereja untuk mencari tahu tentang kepercayaan yang dianut mereka. Kami pun sebenernya lebih tersanjung atas keramahan si bapak yang menjadi guide kami dari awal hingga akhir tanpa menyinggung bahwa "agama kami yang paling benar" sedikitpun. 

Yak. Begitulah kisah Jum'at Berkah saya lusa lalu. Semoga dari pengalaman ini saya dapat memetik buah-buah matang yang berhak dikonsumsi, yakni terkait toleransi yang akan muncul ketika kita tidak hanya mementingkan satu sudut pandang (sudut pandang kita) saja, tapi dari sudut pandang orang lain. 

Dari tulisan ini, saya harap kita memandangnya sebagai ilmu tambahan ya teman-teman. Meski saya yakin kalian dan saya pun juga, memiliki pendapat sendiri mengenai kepercayaan mereka yang berbeda dengan kita, jadikan ini sebagai ilmu tambahan untuk lebih menghargai perbedaan.

Salam hangat dari saya. Nantikan cerita-cerita saya selanjutnya. :)

Desember, 2018
Yogyakarta
Berkunjung Ke Tetangga (Gereja Kristen Jawa) Berkunjung Ke Tetangga (Gereja Kristen Jawa) Reviewed by Leony Sherena on Desember 23, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.