Tetiba Kepikiran: Berjuang Menghadapi Rasa Penyesalan

<a href='https://www.freepik.com/free-photos-vectors/event'>Event vector created by freepik - www.freepik.com</a>


Saya nulis ini jam 9 malam. Yah, waktu yang lumayan pas lah ya, untuk memulai overthinking. Lebih enak lagi kalau ada yang diajak sharing, tapi saya kehilangan orang itu karena kesalahan saya sendi---oke, stop. Saya gak mau lagi menyesali diri terlalu dalam. So, let's go~

Yak, episode kali ini mungkin lebih ke penyesalan, ya. Dan saya sepertinya cepat menyadari bahwa ruang tetiba kepikiran ini sama halnya dengan curhat di ruang publik. Hahaha. Ga apa, saya mencoba berbagi dengan siapapun yang semoga gak merasa sial karena telah sampai ke blog ini dan membaca tulisan saya. Tapi tolong maafin saya kalau tiba-tiba tulisan saya ilang. Soalnya kadang suka menghapus tulisan yang sudah saya publish. Gatau kenapa. 

Terkadang, saya cuma ingin menulis, membagikan hal yang ada di pikiran saya. Kalau saya bilangnya, karena saya nggak ada temen yang tepat untuk sharing, dan kalau ada yang tepat terkadang saya suka takut membebani. Soalnya ujung-ujungnya saya bakal curhat. 

Oiya, setelah baca tulisan saya, ambil yang positif, tinggalkan yang negatif. Oke? 

Saya tetiba kepikiran mengenai harapan-harapan dan rancangan yang telah saya susun dengan rapi. Saya juga memasukkan segala hal dan orang-orang berharga dalam rencana yang telah saya susun, termasuk dalam hal pasangan. 

Lalu saya ingat bahwa saya telah menghancurkan salah satu rencana yang telah saya susun. Kesalahan yang saya buat pada seseorang yang sebetulnya saya harapkan untuk bisa ada dalam rencana ke depannya saya pikir cukup fatal dan memporak-porandakan hati saya. Awalnya saya denial bahwa saya gak bermaksud untuk menyakitinya melalui sikap saya, tapi ternyata saya memang terlalu kekanakan. Yang saya pikir sekarang, kesalahan yang saya lakukan itu gak banget saat dilakukan oleh seseorang yang berusia hampir seperempat abad seperti saya. 

Saya nggak mau membahas kesalahan saya terlalu jauh karena kebodohan saya yang satu itu terlalu menyakitkan. Saya tetiba kepikiran aja mengenai kesempurnaan, ketidaksabaran, ketidakpuasan, protes, kekurangan, dan lain sebagainya, pada kenyataannya memang ada pada satu hal bahwa manusia gak pernah puas akan sesuatu. Lalu manusia berencana, dan ketika semua tidak sesuai dengan harapan... POOF!! Menyesal lah, kamu, wahai anak Adam~

Kalau saya bilang, tidak secara teoretis, menyesal itu selalu ada, entah dalam bentuk kecil maupun besar. Lalu, ada penyesalan yang bikin kita benar-benar putus asa dan ada juga yang membuat kita malah semakin terpacu untuk memperbaikinya. Saya sempet baca di satu media informasi, bahwa agaknya memang ada satu ruang khusus di otak untuk merasakan dan meratapi penyesalan. Saya lupa nama ilmiahnya apa, tapi saya ingetnya gitu.

"Oh, jadi emang manusia udah terprogram dari sononya untuk merasakan sesal, ya?" Sepertinya begitu. Coba Anda googling, nanti kalau nemu, kasih tahu ke saya, ya?

Lagian, menyesal itu manusiawi, kok. Kamu menyesal nggak bawa odol saat sedang piknik bersama teman karena kamu pikir kamu bisa minta teman, tapi ternyata temanmu gak bawa juga dan berniat minta kamu. Ya begitu, menyesal kan, meski dikit dan bisa diatasi?

Seperti yang sempat saya singgung, kalau menurut saya, ada dua respons seseorang dalam menyikapi penyesalan, yakni nrimo ing pandum dan pantang menyerah. Keduanya bisa dalam berbagai bentuk. Yang paling ngeselin dan bikin greget adalah respons nrimo ing pandum

Saya mau bahas yang asik dulu, yang kedua. Merespons penyesalan paling asik adalah dengan pantang menyerah. Sejujurnya, saya adalah tipe orang yang naik turun moodnya. Tapi, sekali pantang menyerah, saya bakal nekat. Trabas aja lah, anyink~

Padahal pantang menyerah ga boleh didefinisikan sebagai maju terus trabas aja, pantang menyerah itu kan, maksudnya tetap berikhtiar yang terbaik tapi tetap memperhatikan resiko yang akan terjadi. Pokoknya, gak jauh-jauh juga dari berpikir tenang bin kalem. 

Saya bisa aja nekat untuk pantang menyerah mempertahankan hubungan dengan gebetan, atau memperbaikinya. Tapi kadang saya terlalu berteori dan stuck pada satu jalan yang alhasil harus trabas aja, biar mencapai hasil yang diinginkan. Ujung-ujungnya malah bukan berusaha tapi terasa maksa. Dan itu gak banget. Harusnya kan, saya bergerak secara perlahan, pakai berbagai pendekatan untuk memperbaiki semua.

Yang kedua, merespons penyesalan dengan nrimo ing pandum. Saya bilang ngeselin karena respons dalam bentuk ini sungguh-sungguh ra mashok di aqal pikiran. Boleh saja menyesal, tapi mbok tolong, jangan asal nrimo bahwa penyesalan tersebut layak untuk anda dapatkan. Apalagi terlalu blaming yourself atau the other. Kalau sekadar nrimo, do nothing sambil blame everything, menyesal gak akan menjadikan kita kuat dan gak akan meninggalkan pelajaran buat ke depannya. 

Duh, bentar. Disclaimernya telat, tapi ini saya overthinking sambil nasehatin diri saya sendiri. Jadi mohon maaf kalau kalimatnya seakan nganu. 

Kekalutan dalam diri akan sebuah penyesalan dan kesalahan diri yang teramat sangat pada seseorang itu harus kita terima meski secara perlahan. Tapi jangan jadikan diri sebagai satu-satunya yang bersalah meskipun bisa dibilang sumbernya dari diri sendiri. Tetaplah berusaha untuk perbaiki, meski gak akan kembali secara utuh, setidaknya bisa lebih lega, selesai, dan fresh

Kalau kata teman saya, selesaikan lalu pergi, bukan selesaikan dengan pergi. Maksudnya, jangan kabur dari masalah dan kesalahan. Kabur dan menggantungkan masalah gak akan membuat kita lega dan dewasa. Masalah juga gak akan selesai dengan jelas sebab masih menggantung, kan? 

Yaudah sih, gitu doang. Intinya, menyesal boleh, tapi harus dibarengi dengan usaha untuk memperbaiki. Yaaah, sekian. Tetiba kepikiran, soalnya. Bye, see ya!
Tetiba Kepikiran: Berjuang Menghadapi Rasa Penyesalan Tetiba Kepikiran: Berjuang Menghadapi Rasa Penyesalan Reviewed by Leony Sherena on Juli 01, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.